Menengok Sentra Pande Besi Suren Kerajinan Turun-Temurun Sejak Ratusan Tahun

Purworejo, CyberNews. Kabupaten Purworejo memiliki potensi kerajinan besi yang cukup prospektif jika dikembangkan. Kerajinan berupa alat-alat pertanian yang terbuat dari besi ini terpusat di Desa Suren, Kecamatan Kutoarjo.

Desa Suren secara administratif merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Kutoarjo. Letaknya sekitar 15 KM dari pusat ibukota Kabupaten Purworejo. Secara geografis kewilayahan, desa Suren terbagi menjadi 6 dusun atau 6 RW, 25 RT dan 74 dasawisma. Luas wilayah desa Suren kurang lebih 242,348 hektar, dengan mata pencaharian mayoritas penduduk desa Suren adalah petani.

Pelacakan akar sejarah asal-usul desa Suren berawal dari beberapa penggalan kisah ekspansi kolonialisme Belanda pada episode heroik Kerajaan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat yang mengakibatkan tercerai-berainya prajurit karena kewalahan dan lari menjauhi tlatah kraton. Konon, ada salah satu prajurit pelarian itu yang menuju arah Barat, menelusuri rute napak tilas perjalanan pasukan Sultan Agung melawan VOC, kemudian singgah di sebuah daerah, yakni Suren.

Menurut warga setempat, manusia pertama yang mewariskan silsilah kepemimpinan desa Suren tak lain adalah prajurit Mataram yang disebut di atas. Dia bernama Suro Yudho (Suro berarti berani dan Yudho berarti perang). Dia menetap dan menikahi perempuan setempat dan akhirnya berhasil membangun daerah ini menjadi surga agraris hingga namanya diabadikan menjadi nama desa.

Selain pertanian, potensi ekonomi yang ikut menopang Desa Suren adalah kerajinan pande besi. Dalam versi sejarah Desa Suren, aktivitas pande besi ini mewarisi salah satu keahlian tokoh Empu Suro yang diyakini kesaktiannya dan mumpuni dalam membuat keris. Aktivitas pande besi ini masih terus berlangsung hingga saat ini.

"Pande besi ini merupakan kerajinan turun-temurun dan sudah ada sejak ratusan tahun lalu," ujar salah satu pande besi Sonto Wiryo (60), warga Dusun Poncolan, Desa Sucen saat ditemui di rumahnya Senin (26/2).

Sonto menjadi pande besi sejak tahun 1963. Dalam keluarganya ia merupakan generasi keempat mewarisi keahlian buyutnya yang diwariskan ke kakeknya kemudian ke ayahnya hingga dia sendiri yang mulai mewariskan kepada anaknya. "Belajar menjadi pande besi sebenarnya tidak sulit. Tidak sampai satu bulan asalkan tekun pasti bisa," katanya.

Produk kerajinan besi yang dibuat sebagian besar adalah alat-alat pertanian, antara lain sabit, cangkul, clurit, bendo, kapak, pisau dan lain-lain. Dalam beberapa tahun terakhir, para perajin mulai berinovasi memodifikasi bentuk produk sehingga tidak monoton bentuk konvensional.

Pande besi lainnya, Sayoto (57) menjelaskan, proses produksinya dimulai dari pencarian bahan baku berupa besi bekas per mobil dan besi bekas rangka jembatan. Harga per biasanya dijual pengepul sebesar Rp 42.000/kg, sedangkan besi bekas rangka jembatan Rp 32.000/kg.

Besi bekas itu selanjutya dibelah menjadi bentuk dasar produk yang diinginkan. Kemudian dibakar menggunakan bara arang yang dibuat menggunakan tiupan angin dari blower. "Alatblower ini baru. Dulu menggunakan ubupan yang cara kerjanya manual," katanya.

Setelah besi dibakar dan membara, selanjutnya dibentuk sesuai keinginan. Pada proses ini tidak mudah karena membutuhkan tenaga minimal tiga orang. Satu orang memegang besi bara menggunakan tang perantara dan dua lainnya bertugas menggembleng untuk membentuknya.
"Kalau belum bisa tidak akan jadi. Karena proses ini menentukan kualitas produknya apakah pembakarannya sudah tua atau belum. Juga mempengarui ketajamannya," jelasnya.

Setelah proses ini, produk belum sepenuhnya jadi. Proses selanjutnya adalah penyepuhan untuk menjamin ketajamannya. Kemudian dilakukan finishing menggunakan gerenda sampai hasilnya halus dan siap dipasarkan. "Proses finishing ini biasanya dilakukan kaum perempuan yang juga mulai ikut menekuni kerajinan ini," katanya.

Comments

Popular posts from this blog

SPOT MANCING DIPURWOREJO

Sawunggalih, Awal Berdirinya Kota Kutoarjo

Sejarah Desa Semawung Daleman