Posts

Showing posts from May, 2012

Curug Muncar

Image
Air terjun Curug Muncar terletak 45 km arah barat laut dari pusat Kota Purworejo. Tepatnya terletak di Desa Kaliwungu, Kec. Bruno, di Kawasan Perhutani. Air terjun ini berada di ketinggian 900 m diatas permukaan laut. Curug Muncar ini masih sangat alami, belum tersentuh oleh bermacam-macam teknologi manusia. Oleh karena itu jika Anda menyukai petualangan alam maka Curug Muncar dapat menjadi pilihan yang tepat. Disarankan, bila Anda ingin berpetualang ke lokasi ini, sebaiknya persiapkan fisik Anda karena jalan menuju lokasi relatif menanjak, sehingga dikhawatirkan bila fisik anda lemah tidak dapat sampai ke tujuan. Bagaimanapun lokasi ini cocok bagi para pencinta alam dan pendaki gunung. Bila Anda tiba di lokasi akan terasa betapa agungnya Sang Pencipta alam ini. Kesejukan air dan udara akan menyertai Anda sepanjang waktu. Bila Anda ingin mencoba mandi alam, disinilah pilihan yang tepat. Pengunjung yang pernah ke lokasi ini umumnya mengaku puas dapat menikmati keasrian alam sebag

Perkembangan Islam di Purworejo

Jika RADEN ADIPATI ARYO COKRONAGORO I berjiwa seperti kiai, sunan atau ulama besar tidak lain karena di dalam darahnya mengalir nilai-nilai Islam para kiai atau sunan yang menjadi pendahulunya. Misalnya seperti Kiai Nosingo (Wonosingo) yang merupakan kakeknya atau bahkan dengan Sunan Geseng. Sunan Geseng adalah murid dari ulama besar Jawa, yakni Sunan Kalijogo. Sebutan Sunan Geseng diberikan Sunan Kalijaga kepada Kiai Cokrojoyo I karena begitu setia terhadap perintahnya sehingga merelakan badannya menjadi hangus (geseng). Alkisah, setelah ditinggal ibundanya (yakni Nyai Ageng Bagelen atau Raden Rara Rengganis), Bagus Gentho melanjutkan hidupnya di desa Bagelen. Pekerjaan sehari-hari dilakukan menjadi petani seperti kebiasaan para leluhur. Setelah dewasa ia menikah dan memperoleh putra yang diberi nama Raden Damarmoyo.

Raden adipati aryo cokronagoro I Bupati pertama Purworejo

Lahir dengan nama Raden Mas Reso Diwiryo, pada Rebo Pahing, 17 Mei 1779. Tempat kelahirannya Desa Bragolan, wilayah bagian (afdeling)Bagelen (sekarang masuk Kecamatan Purwodadi). Sebagai putera sulung dari Raden Bei Singawijaya (ayah) dan Raden Ayu Singawijaya (ibu), setelah remaja RM Reso Diwiryo mengabdi di Kepatihan, Keraton Surakarta. Tugasnya adalah mengawasi irigasi di daerah Ampel, Boyolali. Kisah pengabdian Reso Diwiryo di Keraton Surakarta bermula karena ayahnya sempat tinggal di kota raja Surakarta sebagai seorang empu. Dikisahkan, ketika menginjak usia tua dan menderita lumpuh, RB Singawijaya mengundurkan diri dari abdi dalem Keraton Surakarta dengan jabatan terakhir Mantri Gladhag. Tonggak pengabdian di Kasunanan Surakarta selanjutnya diserahkan kepada putera sulungnya, yakni Reso Diwiryo.Setelah menjadi tenaga magang, Reso Diwiryo berpeluang menjadi abdi dalem dengan pangkat Mantri Gladhag. Tugas Mantri Gladhag diceritakan menjadi pengawas narapidana yang akan menj

Purworejo dan Walisongo

Oleh M Burhanudin Akhir abad ke-15, melalui Walisongo, Islam semakin menyebar luas di Jawa. Namun, ada satu wilayah yang saat itu masih hutan belantara, mayoritas penduduknya masih belum beragama Islam. Daerah itu bernama Bagelen, yang pada saat itu meliputi wilayah Purworejo, Kebumen, sebagian Wonosobo, dan Kutoarjo. Datanglah Sunan Kalijaga ke wilayah itu. Saat masuk ke Bagelen, ia konon bertemu tukang nderes atau pencari nira kelapa yang bernama Cakrajaya. Kagum dengan tingginya ilmu Sunan Kalijaga, Cakrajaya bermaksud berguru.Sunan Kalijaga menyuruh Cakrajaya bersamadi di dekat Sungai Bagawanta, lalu meninggalkannya sendiri. Setahun kemudian, ia bersama muridnya datang ke dekat sungai tempat Cakrajaya bertapa. Namun, di tempat itu tak terlihat apa-apa, kecuali rerumputan liar. Sunan Kalijaga menyuruh muridnya membakar rerumputan liar itu.Ternyata, Cakrajaya yang tak lain keturunan Nyai Ratu Bagelen masih bertapa di tempatnya semula. Namun karena tempatnya dibakar, punggung

Sejarah Lahirnya Purworejo

Konon pada bulan Asuji tahun Saka 823 hari ke 5, paro peteng, Vurukung, Senin Pahing (Wuku) Mrgasira, bersamaan dengan Siva, atau tanggal 5 Oktober 901 Masehi, terjadilah suatu peristiwa penting, pematokan Tanah Perdikan (Shima). Peristiwa ini dikukuhkan dengan sebuah prasasti batu andesit yang dikenal sebagai prasasti Boro Tengah atau Prasasti Kayu Ara Hiwang. Prasasti yang ditemukan di bawah pohon Sono di dusun Boro tengah, sekarang masuk wilayah desa Boro Wetan Kecamatan Banyuurip dan sejak tahun 1890 disimpan di Museum Nasional Jakarta Inventaris D 78 Lokasi temuan tersebut terletak di tepi sungai Bogowonto, seberang Pom Bensin Boro. Dalam Prasasti Boro tengah atau Kayu Ara Hiwang tersebut diungkapkan, bahwa pada tanggal 5 Oktober 901 Masehi, telah diadakan upacara besar yang dihadiri berbagai pejabat dari berbagai daerah, dan menyebut-nyebut nama seorang tokoh, yakni : Sang Ratu Bajra, yang diduga adalah Rakryan Mahamantri/Mapatih Hino Sri Daksottama Bahubajrapratipaksaya ata

Bagelen dan Kerajan-Kerajaan di Jawa 2

Dyah Balitung Watukura” Raja Agung dari Tanah Bagelen Kerajaan Medang i Bhumi Mataram ketika diperintah oleh Raja Dyah Balitung Rakai Watukura kekuasaannya mencakup wilayah yang sangat luas. Meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur hingga ke pulau Bali. Dan kerajaan tersebut dikenal juga dengan nama “Galuh”. Kehidupan kerajaan Mataram pada masa itu belum banyak terungkap. Namun dari beberapa relief yang ditemukan di candi- candi di Jawa Tengah banyak yang mencerminkan kebesaran kerajaan tersebut seperti: Borobudur dan Prambanan. Dalam sejarah Mataram Kuno, telah ada hubungan diplomatik dengan luar negeri seperti yang terungkap dalam kronik dan catatan Tiongkok.

Bagelen dan Kerajaan-Kerajaan di Jawa 1

Kalau kita tarik garis mundur, ternyata Bagelen mempunyai sejarah yang panjang berhubungan dengan kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindumaupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.

Sejarah Bagelen 1

Nama Bagelen, muncul dalam sejarah nasional sejak adanya Perjanjian Giyanti 13 Februari 1775, yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti tersebut terjadi akibat dari perang saudara antara Susuhunan Paku Buwono III dengan Pangeran Mangkubumi atau Pangeran Sambernyowo yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I. Baik oleh Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta afdeling (wilayah) Bagelen tidak masuk dalam “wilayah negara”. Oleh sebab itu, afdeling tersebut dinamakan Mancanegara Kilen (sebab letaknya disebelah barat negara). Dalam perjanjian giyanti juga disebutkan Bagelen yang sebelumnya menjadi wilayah “negara agung” kerajaan Mataram juga dibagi menjadi dua bagian. Sebagian masuk wilayah Kasunanan Surakarta dan sebagian masuk wilayah Kasultanan Yogyakarta. Arti negara agung adalah sebuah wilayah yang banyak berisi tanah jabatan atau tanah lungguh atau tanah bengkok milik para pejabat kerajaan dan p

Sepenggal Sejarah Purworejo

Kabupaten Purworejo memiliki sejarah yang sangat tua, dimulai dari zaman Megalitik disinyalir telah ada kehidupan dengan komunitas pertanian yang teratur, terbukti dengan sejumlah peninggalan sejarah di masa MEGALITH berupa MENHIR Batu Tegak di sejumlah wilayah Kecamatan di Kabupaten Purworejo. Ketika zaman Hindu Klasik, kawasan Tanah Bagelen berperan besar dalam perjalanan sejarah Kerajaan Mataram Kuno (Hindu). Tokoh Sri Maharaja Balitung Watukoro dikenal sebagai Maharaja Mataram Kuno terbesar, dengan wilayah kekuasaan meliputi : Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa Wilayah Luar Jawa.