Heboh! Kraton Agung Sejagat di Purworejo
Heboh dan viral di medsos saat ini, tentang deklarasi Kerajaan Agung Sejagat dan pendirian Kraton Agung Sejagat yang terletak di Desa Pogung, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo. Berita ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat, khususnya warga Purworejo.
Keraton Agung Sejagat dipimpin oleh seorang raja bergelar Rangkai Mataram Agung. Sang Raja yang biasa dipanggil Sinuhun dan bernama asli Totok Santosa Hadiningrat. Sementara istrinya Kanjeng Ratu memiliki nama asli Dyah Gitarja. Menurut mereka, Keraton Agung Sejagat hadir untuk menyambut Sri Maharatu (Maharaja) Jawa kembali ke Tanah Jawa. Dia pun mengklaim memiliki wilayah kekuasaan seluruh negara di dunia.
Raja dan Ratu Kerajaan Agung Sejagat
Kerjaan Agung Sejagat yang dideklarasikan oleh Totok Santoso Hadiningrat
dan Dyah Gitarja diikuti oleh sekitar 450 orang mengklaim bahwa Kerajaan Agung Sejagat muncul karena sebuah perjanjian 500 tahun lalu telah berakhir. Perjanjian itu mulai terhitung sejak Kemaharajaan Nusantara mulai menghilang. Lebih tepatnya pada imperium Majapahit pada 1518 sampai 2018. Totok Santoso sebagai pemimpin atau sinuhun pada Kerajaan Agung Sejagat menyatakan bahwa perjanjian tersebut terjadi pada 500 tahun yang lalu dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518. Dengan berakhirnya perjanjian tersebut, maka berakhir pula dominasi kekuasaan barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Pada tahun itu, penguasa terakhir Majapahit, yakni Prabhu Natha Girindrawardhana Dyah Ranawijaya membuat perjanjian dengan Portugis di Malaka.
dan Dyah Gitarja diikuti oleh sekitar 450 orang mengklaim bahwa Kerajaan Agung Sejagat muncul karena sebuah perjanjian 500 tahun lalu telah berakhir. Perjanjian itu mulai terhitung sejak Kemaharajaan Nusantara mulai menghilang. Lebih tepatnya pada imperium Majapahit pada 1518 sampai 2018. Totok Santoso sebagai pemimpin atau sinuhun pada Kerajaan Agung Sejagat menyatakan bahwa perjanjian tersebut terjadi pada 500 tahun yang lalu dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518. Dengan berakhirnya perjanjian tersebut, maka berakhir pula dominasi kekuasaan barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Pada tahun itu, penguasa terakhir Majapahit, yakni Prabhu Natha Girindrawardhana Dyah Ranawijaya membuat perjanjian dengan Portugis di Malaka.
Kirab Deklarasi Kerajaan Agung Sejagat
"Karenanya, terhitung 1518 sampai 2018, maka perjanjian 500 tahun itu selesai, dan kekuasaan harus dikembalikan ke tanah Jawa," kata Totok.
"Sesuai janji, kami akan membebaskan umat manusia dari perbudakan global oleh sistem jahat bank central," kata dia.
Dalam pernyataanya sebagai sinuhun di Kerajaan Agung Sejagat, bahwa kerajaan ini akan membebaskan rakyat dari kesengsaraan akibat adanya penindasan, dan mengklaim bahwa wilayah kerajaan bukan hanya di Indonesia tetapi mencakup wilayah internasional. Untuk menarik perhatian, pimpinan Keraton Agung Sejagat ini menyatakan ada dana kemanusiaan dalam bentuk USD dengan nilai yang tidak terhingga. Dia juga mengklaim uang tersebut masih tersimpan di Esa Monetary Fund (EMF), salah satu bank negara Swiss. Menariknya, uang itu nantinya akan diberikan pada masyarakat masing-masing USD50 juta hingga USD200 juta sebulan dan ditambah USD100 ribu.
Keraton Agung Sejagat dibangun dalam sebuah kompleks di Desa Pogung Jurutengah. Di dalamnya terdapat bangunan semacam pendopo setengah jadi. Di sebelah utara pendopo, ada sendang atau kolam yang keberadaannya disakralkan.
Selain itu ada juga batu prasasti bertuliskan huruf Jawa, di bagian kiri prasasti terdapat tanda dua telapak kaki, dan di bagian kanan ada semacam simbol. Prasasti ini disebut dengan Prasasti I Bumi Mataram.
Comments
Post a Comment