Kisah-Kisah Duka Korban Longsor Purworejo
Kisah duka para korban longsor Purworejo menyisakan isak tangis, bencana
yang tak pernah disangka-sangka merenggut orang-orang yang mereka cintai,
beberapa kisah tragik tersebut dirangkum dalam posting ini yang didapatkan dari
berbagai sumber:
Kisah Tami yang Mimpi adiknya tidur di tanah
Tami merupakan kakak Sutarman.
Saat malam sebelum kejadian, Tami merasa dipanggil Karyono dari luar
rumahnya di Kutoarjo.
"Waktu itu hujan deras. Saat buka puasa saya dengar adik saya manggil
dari luar rumah. Saya kemudian nengok keluar dari jendela tapi ngga ada siapa
siapa.
Karyono paling dekat dengan saya," ujarnya.
Tak hanya itu, dua hari sebelum kejadian Tami berkali-kali bermimpi Karyono
tertidur di atas tanah. "Saya cuma membatin saja, tak sampai
memberitahu mimpi saya kepada adik. Mungkin itu pertanda kejadian
ini," ujarnya.
Selain lima keluarga Sutarman, juga ditemukan jasad tanpa identitas. Diduga
korban merupakan tamu dari Jumikin.
Tim gabungan SAR, TNI, Polri, dan relawan gotong royong melanjutkan
pencarian korban longsor di Caok Kulon, Desa Karangrejo, Kabupaten Purworejo.
Ditemukan korban tewas bernama Setyowati (15) di atas tempat tidur.Ibu korban,
Mujiati bersyukur ketika putrinya ditemukan. "Alhamdulillah sudah ketemu
tadi pagi. Tinggal nunggu suami saya, Muji Santoso," ujarnya.
Saat kejadian, Mujiati sedang berada di sekolah tempat suaminya mengajar
untuk mengikuti acara buka bersama. "Suami saya rencana mau nyusul. Bantu
longsoran yang menutup gorong-gorong dan jalan. Nggak sempat menyelamatkan
diri," ujarnya.
Kepala Basarnas Kanto SAR Semarang, Agus Haryono, mengatakan longsor di
Purworejo terjadi di empat titik lokasi yakni Jelok, Caok, Donorati, dan
Sidomulyo.
"Untuk total korban banjir dan longsor di Purworejo ada 45 korban, 26
meninggal, 19 masih dalam pencarian. Sebanyak 21 korban tewas akibat longsor,
sedangkan lima korban tewas akibat banjir," ujarnya.
Kisah Keluarga Sutarman
Musibah longsor di Desa Donorati, Kecamatan Purworejo,
Kabupaten Purworejo, penuh cerita mukjizat bagi keluarga Sutarman.
Istri dan adik ipar Sutarman, bernama Musinah dan Ari serta
Sutarman, selamat dari maut pada Sabtu (18/6) malam lalu.
Sebelum kejadian, Musinah sedang berada di luar rumah untuk
membendung air selokan yang meluap ke kolam ikan lele miliknya.
"Waktu itu hujan deras sejak sore. Air selokan meluap.
Kalau nggak dibendung, khawatir masuk kolam. Kalau itu terjadi, ikan lele bisa
hilang," kata Sutarman, Senin (20/6).
Sekitar pukul 19.00 WIB, Sutarman berencana menjemput dua
putrinya, Shifa dan Desti yang sedang bermain di rumah Karyono, adik Sutarman.
Karena hujan deras dua anak tersebut buka puasa di rumah Karyono.
Sutarman kemudian menerima SMS dari anak pertamanya, Shifa.
"Pak, nyong karo Desti buka nang Pandu (Pak, saya dan Desti buka puasa di
rumah Pandu)," kata Sutarman membacakan isi pesan singkat Shifa. Pandu
merupakan anak Haryono.
Ketika Sutarman akan membuka pintu, longsor itu datang
menghancurkan bagian depan rumah. Sutarman tertimpa pintu dan reruntuhan
dinding serta tandon air. Sementara istrinya selamat meski tertimpa patahan
kayu kandang.Musinah yang lolos dari lumpur dan reruntuhan kayu lalu masuk ke
rumah melalui jendela. Musinah teriak kepada Sutarman untuk segera keluar rumah
namun ia masih belum mampu berdiri.
"Kosik Mak nyong rung iso tangi. Lungo sik wae
(Sebentar ya, saya belum bisa berdiri. Pergi saja duluan)," perintah
Sutarman. Musinah keluar lewat jendela samping rumah. Sekuat tenaga Sutarman
bangkit lalu keluar lewat jendela samping rumah.
Kondisi malam itu gelap gulita lantaran listrik mati.
Sutarman kemudian terhenyak karena rumah Karyono dan kakaknya, Jumikin, rata
dengan tanah. Ketika menuju lokasi aman, Sutarman menemukan istri Karyono,
Ari dalam kondisi hidup posisi terendam lumpur dan tergulung
kasur. Namun kondisi berbeda dengan anak Ari, Pandu yang tewas tertindih
Ari."Badannya tergulung kasur terendam lumpur. Tapi mukanya tidak. Lalu
adik ipar saya tolong," kata Sutarman.
Ketiganya selamat. Namun dua anak Sutarman tewas. Demikian
pula dua keponakan, dan kakak iparnya, ditemukan tewas.
Sedang Karyono dan Jumikin masih belum ditemukan dalam
timbunan longsor.
Sutarman tidak punya firasat akan terjadi longsor. Ia hanya
berpikir longsor akan terjadi di daerah lain lantaran tebing tinggi depan
rumahnya tidak akan longsor.
Kisah Suparlan
Suparlan masih ingat betul detik-detik sebelum longsor di
Dusun Caok Kulon, Desa Karangrejo, Kecamatan Loano, mengubur sekitar 14 warga,
Sabtu (18/6/2016), sekira pukul 19.00 WIB.
Hujan deras yang mengguyur sejak pukul 15.00 menjadi awal
kecemasan Parlan.
Sudah lebih 30 tahun Parlan tinggal di RT 1, RW 1, Dusun
Caok Kulon. Selama itu, ia belum pernah mendapati air yag turun deras hingga
membanjiri rumahnya.
"Saya sudah merasa aneh kok tumben air dari atas
ngalirnya deras sampai rumah banjir. Baru kali ini terjadi," kata Parlan,
Minggu (19/6/2016).
Satu jam hujan turun, ada teriakan longsor dari tetangga
sebelah atas rumah Parlan.
Ia lantas menengok kondisi rumah tetangganya. Sebagian rusak
tertimpa longsor. Parlan semakin gundah longsor besar akan terjadi.
Sekitar pukul 18.30, warga dan Parlan disibukkan dengan
tersumbatnya gorong-gorong yang membuat air meluap ke jalan.Akibatnya laju para
pengendara terhambat dan terjadi kemacetan. Kecemasan Parlan membuatnya tak
berlama-lama mengurusi gorong-gorong dan pulang ke rumah yang jaraknya sekitar
100 meter. Lagi pula ia ingin salat Isya dan tarawih.
"Banyak pengendara antre, ada truk, mobil, dan beberapa
motor. Kebanyakan mereka mau ke arah Desa Donorati. Saya sekitar pukul 19.00
pulang ke rumah. Perasaan sudah ngga enak," ujarnya.
Parlan ingin menceritakan kecemasan yang ia rasakan kepada
istrinya. Namun baru sampai di beranda rumah, terdengar bunyi keras mirip
helikopter.
"Bunyinya gluduk-gluduk, keras sekali, kayak
helikopter. Saya tengok ternyata tebing sudah rata menimpa pengendara dan satu
rumah milik Muhtarom," ujarnya.
Parlan pun lari tunggang langgang menuju arah masjid.
"Saya teriak, longsor...longsor kepada orang-orang yang
mau salat isya. Waktu itu sudah mau takbir awal, tapi batal dan langsung lari
semua ke lokasi longsor," ujarnya.
Ketika kembali ke lokasi warga menemukan Muhtarom yang
merintih kesakitan terbenam lumpur setengah dada."Warga langsung menolong
Pak Muh dan dibawa ke rumah sakit. Badannya tertimpa kayu-kayu. Istri Pak Muh,
Muksodah (40) dan anak kedua, Aditya Mujahid (23), hilang belum
ditemukan," ujarnya.
Wajah kesedihan tampak terlihat di wajah Miftahul Fauzin, anak
pertama Muhtarom. Fauzin mengaku tidak punya firasat longsor mengubur ibu dan
adiknya.
Usai berbuka puasa di rumah, Fauzin pergi ke rumah kakeknya,
Ahmal. Lalu pergi ke masjid untuk salat tarawih.
"Saya nggak punya firasat apa-apa. Saya tahu ada longsor
waktu Pak Parlan teriak-teriak longsor. Saya langsung lari ke lokasi dan saya
menemukan Bapak minta tolong. Tulang tangan dan pinggang Bapak retak. Saya cuma
berharap ibu dan adik saya segera ditemukan," ujarnya.
Firasat Kelabang
Berbeda dengan Ahmal. Sebelum kejadian ia mendapat firasat
mimpi dikerubuti kelabang. Hal serupa ia alami sebelum kematian anak keduanya
dahulu.
"Muksodah anak ketiga saya. Dulu saya pernah
tertimpa kelabang di dada, tapi terus saya tempel. Saya cari kok hilang.
Besoknya anak kedua saya meninggal. Ini sebelum Muksodah meninggal, saya mimpi
dikerubuti kelabang. Mungkin itu jadi
pertanda," ujarnya.
Kisah Keluarga Supriyadi
Bencana tanah longsor di Padukuhan Suwinong, RT 03/04, Desa
Penungkulan, Kecamatan Gebang, yang terjadi Jumat (05/02/2016) malam, sekitar
pukul 20.00 WIB menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga korban.
Korban selamat bercerita bagaimana bencana tanah longsor
telah menimbun rumahnya. Kisah dramatis dialami Supriyadi (40) dan istrinya
Asih (40) yang berhasil selamat saat hendak pergi mengaji (yasinan) di tempat
saudaranya.
"Saat saya berangkat mengaji sampai pada jarak sekitar
50 meter dari rumah, tiba-tiba longsor terjadi. Kedua orang tua dan anak saya
di dalam rumah menjadi korban ganasnya longsoran," katanya, Sabtu
(06/02/2016).
Lanjutnya, ia terlihat tabah menerima kenyataan pahit
tersebut karena harus kehilangan si buah hati yang bernama Trianto (9) serta
kedua orang tuanya, Sarengat (80) dan Salimah (60). Namun, ia mengaku hanya
bisa pasrah atas kejadian yang menimpa mereka. Rumahnya sudah rata dengan
tanah, beberapa saat setelah ia mendengar bunyi yang sangat keras pada jarak 50
meter dari posisinya berdiri ketika terjadi musibah longsor. Dengan bergegas,
ia kembali ke rumah dengan maksud hendak menolong keluarganya, namun terlambat
karena keluarganya tidak lagi terselamatkan.
"Melihat rumah sudah rata dengan tanah, saya hanya bisa
teriak-teriak minta tolong. Kalau sudah
pastinya, ya saya hanya bisa pasrah dengan Gusti Allah dan ikhlas. Saat itu
listrik juga mati dan longsoran mengeluarkan suara seperti kapal terbang,
ngurung-ngurung," pungkasnya.
Kisah Ibu Mujiati
Ibu korban, Mujiati bersukur saat putrinya diketemukan. ”
Alhamdulillah telah ketemu tadi pagi. Tinggal nunggu suami saya, Muji Santoso,
” katanya.
Waktu peristiwa, Mujiati tengah ada di sekolah tempat
suaminya mengajar untuk ikuti acara buka berbarengan. ” Suami saya gagasan
ingin nyusul. Bantu longsoran yang tutup gorong-gorong serta jalan. Tidak pernah
menyelamatkan diri, ” katanya.
Kepala Basarnas Kanto SAR Semarang, Agus Haryono,
menyampaikan longsor di Purworejo berlangsung di empat titik tempat yaitu
Jelok, Caok, Donorati, serta Sidomulyo.
” Untuk keseluruhan korban banjir serta longsor di Purworejo
ada 45 korban, 26 wafat, 19 masih tetap dalam pencarian. Sejumlah 21 korban
tewas akibat longsor, sedang lima korban tewas akibat banjir, ” katanya.
Kisah Mbah Kasan Mulyo
Mbah Kasan Mulya (65), warga Dusun Caok, Desa Karangrejo,
Kecamatan Loano, adalah salah satu saksi mata saat bencana tanah longsor
terjadi pada hari Sabtu (19/6/2016).
Rumah Mbah Kasan sekitar tiga rumah atau 50 meter di sebelah
timur lokasi longsor. Rumahnya berhadapan langsung dengan sungai kecil yang
merupakan awal mula terjadinya longsoran kecil yang kemudian melongsorkan bukit
di kawasan desa tersebut.
"Di sebelah atas jalan dusun itu ada tiga rumah. Satu
rumah dalam keadaan kosong atau tidak ditempati dan dua rumah ada
penghuni," ungkal Kasan mengawali cerita.
Menurutnya pada hari Sabtu hujan deras mengguyur desa sejak
pukuil 14.00 WIB. Sekitar pukul 17.00 WIB lumpur dari bebatuan dari atas bukit
mulai ada yang longsor. Air bercampur lumpur mengalir deras ke bawah. Sebagia
melewati sungai kecil yang turun menuju Sungai Gading yang ada di bawah desa
atau sekitar 200 meter dari lokasi. Namun ada pula lumpur dan air mengalir
melalui pekarangan dan kebun warga.
"Pohon-pohon dan dapuran (rumpun-red) bambu juga ada
yang roboh," katanya.
Oleh karena air bercampur lumpur semakin deras turun ke
bawah sehingga menutup jalan dusun yang menghubungi wilayah Karangrejo Loano,
Banyuasin hingga Desa Donorati, Kecamatan Purworejo. Warga sekitar bersama
beberapa orang warga yang melintas sempat bekerja bakti menyingkirkan
pohon-pohon dan batang bambu yang tumbang.
"Air dan lumpur yang masuk ke sungai juga bertambah
banyak dan deras," katanya.
Menurut dia, bencana longsor terjadi sehabis magrib sekitar
pukul 18.30 WIB saat warga masih ada yang membersihkan di jalan yang tertutup
longsoran.
"Setelah itu terdengar suara gemuruh dan kemrosak,
batang pohon tumbang terseret air," katanya.Aliran listrik seketika itu
padam dan hujan masih turun dengan deras. Saat kejadian ada warga yang berada
tidak jauh dari lokasi langsung berteriak minta tolong.
"Malam itu yang berhasil diselamatkan adalah Pak Muhtar
(52) yang sedang lewat di jalan," katanya.
Menurutnya tiga rumah yang ada di dekat jalan tersebut
langsung hilang terseret longsoran ke arah sungai. Sedangkan motor-motor milik
warga maupun orang yang tengah lewat di jalan itu ditemukan tidak jauh dari
pinggir jalan dusun yang tertimbun longsoran.
"Satu truk yang berada di pinggir karena terhenti saat
dilakukan pembersihan longsoran juga hilang terseret air masuk ke sungai,"
katanya.
Sementara itu berdasarkan data di posko utama, korban yang
ditemukan hari ini di Dusun Caok adalah Setyowati (16). Korban tinggal di salah
satu rumah yang ikut hancur diterjang longsoran. Sopir truk bernama Sulaiman
belum ditemukan. Empat korban lainnya adalah Slamet, Ayuk, Muhsadoh, dan Aditya
juga masih dalam pencarian. Bangkai truk oleh tim SAR hari ini sudah ditemukan
berada di aliran sungai bagian bawah. Namun tidak diketemukan sopir truk
Sulaiman.
Kisah Gadis Lumpuh yang tertimpa Longsor
Satu korban bencana tanah longsor di Dusun Caok, Desa
Karangrejo, Kecamatan Loano (sebelumnya ditulis Purworejo), ditemukan, Senin
(20/6/2016) sekitar pukul 08.30 WIB. Korban tewas yang ditemukan adalah
Sulistyowati (16), warga setempat.
Korban tinggal di rumah karena menderita lumpuh sejak kecil.
"Ketemunya di bawah dekat aliran sungai. Korban
ditemukan di bawah reruntuhan rumah yang terseret banjir longsor," ungkap
Durori, Senin (20/6/2016).
Korban langsung dievakuasi dan diidentifikasi. Jenazah siang
ini dimakamkan di pemakaman dusun setempat.
Pada saat ditemukan 9 orang korban pada hari Minggu
(19/6/2016) kemarin, posisi korban saling berdekatan. Korban ditemukan pinggir
aliran sungai kecil menuju Sungai Gading di Dusun Caok.
"Satu korban sudah ketemu dan saat ini masih mencari 5
orang korban lagi. Total korban tewas di Dusun Caok ada 15 orang,"
katanya.
Di Desa Donorati ada 14 orang masih dalam pencarian dan dua
orang luka," ucapnya.
Sementara itu berdasarkan data di posko jumlah korban tewas
di Dusun Caok sekitar 15 orang. Sedangkan di Desa Donorati sekitar 14 orang.
Beberapa nama korban di antaranya Jumadi (80), Saman (60), Patmiati (51),
Herlina (55), L Naya (2), Sifa (12), Desti (8), Pandu (8), Karyono (40),
Misinah (35), Paikin (35), Doni (19), Rendra (8), dan Panji (1).
Comments
Post a Comment