Lahan Kritis di Purworejo Capai 27.152 Hektare
PURWOREJO, suaramerdeka.com - Kekeringan di Kabupaten Purworejo pada musim kemarau ini tak lepas dari kondisi lahan kritis di daerah resapan air.
Berdasarkan data terakhir dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Purworejo, total lahan kritis saat ini mencapai 27.152 hektere yang tersebar di sembilan kecamatan.
Sembilan kecamatan itu yakni Kecamatan Kaligesing, Bagelen, sebagian Purworejo, Pituruh, Kemiri, Bruno, Loano, Gebang, dan Kecamatan Bener. Lahan kritis itu terdiri atas lahan agak kritis sebanyak 23.440 hektare dan kritis 3.712 hektare.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Purworejo Argo Prasetyo didampingi Kepala Bidang Rehabilitasi dan Konservasi Kehutanan, Karsiadi Yulianto saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (15/9).
Argo menyatakan, lahan kritis tersebut kebanyakan berada di daerah resapan air. Padahal, kawasan resapan air berfungsi menangkap dan menyimpan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat.
Rusaknya wilayah resapan air itu mengakibatkan sejumlah sumber mata air mati dan tak bisa dimanfaatkan masyarakat. “Akibatnya, kekeringan saat musim kemarau terus saja terjadi di Purworejo,” katanya.
Dijelaskan dia, proses perusakan hutan yang terus berjalan membuat proses rehabilitasi lahan menjadi terhambat.
Sejumlah program rehabilitasi juga sudah dilakukan Pemkab, misalnya melalui Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan pengelolaan hutan rakyat, tapi sejauh ini belum menghasilkan.
“Proses rehabilitasi itu membutuhkan waktu lama, bisa mencapai puluhan tahun. Sementara, program KBR kebanyakan dilakukan dengan menanam pohon produksi, lima sampai tujuh tahun pohon itu sudah ditebang,” jelasnya.
Karsiadi Yulianto menambahkan, faktor lain terjadinya lahan kritis yakni pengaruh kemiringan lahan. Lahan dengan kemiringan curam dan berbatu sulit ditanami pohon.
(Rinto Hariyadi/ CN33/ SM Network)
Berdasarkan data terakhir dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Purworejo, total lahan kritis saat ini mencapai 27.152 hektere yang tersebar di sembilan kecamatan.
Sembilan kecamatan itu yakni Kecamatan Kaligesing, Bagelen, sebagian Purworejo, Pituruh, Kemiri, Bruno, Loano, Gebang, dan Kecamatan Bener. Lahan kritis itu terdiri atas lahan agak kritis sebanyak 23.440 hektare dan kritis 3.712 hektare.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Purworejo Argo Prasetyo didampingi Kepala Bidang Rehabilitasi dan Konservasi Kehutanan, Karsiadi Yulianto saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (15/9).
Argo menyatakan, lahan kritis tersebut kebanyakan berada di daerah resapan air. Padahal, kawasan resapan air berfungsi menangkap dan menyimpan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat.
Rusaknya wilayah resapan air itu mengakibatkan sejumlah sumber mata air mati dan tak bisa dimanfaatkan masyarakat. “Akibatnya, kekeringan saat musim kemarau terus saja terjadi di Purworejo,” katanya.
Dijelaskan dia, proses perusakan hutan yang terus berjalan membuat proses rehabilitasi lahan menjadi terhambat.
Sejumlah program rehabilitasi juga sudah dilakukan Pemkab, misalnya melalui Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan pengelolaan hutan rakyat, tapi sejauh ini belum menghasilkan.
“Proses rehabilitasi itu membutuhkan waktu lama, bisa mencapai puluhan tahun. Sementara, program KBR kebanyakan dilakukan dengan menanam pohon produksi, lima sampai tujuh tahun pohon itu sudah ditebang,” jelasnya.
Karsiadi Yulianto menambahkan, faktor lain terjadinya lahan kritis yakni pengaruh kemiringan lahan. Lahan dengan kemiringan curam dan berbatu sulit ditanami pohon.
(Rinto Hariyadi/ CN33/ SM Network)
Comments
Post a Comment