Polisi Tutup Kasus Miras Tewaskan 10 Orang
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepala
Kepolisian Resort Kota Puworejo, Ajun Komisaris Besar Polisi Roma
Hutajulu, menyatakan kemungkinan besar polisi akan menutup kasus
kematian sepuluh warga Kota Purworejo akibat miras oplosan. Menurut dia,
miras yang merenggut nyawa sepuluh peminum di bekas gedung Pasar
Baledono merupakan campuran alkohol 95 persen, air mineral dan suplemen
Kuku Bima. "Pengoplosnya peminum sendiri. Mereka semua sudah meninggal.
Jadi, susah cari tersangkanya," kata dia pada Senin, 11 November 2013.
Roma mengatakan polisi tidak bisa menjerat pemilik toko "Abon Ular" yang menjual alkohol 95 persen dan suplemen Kuku Bima secara terpisah ke para korban. Dia menjelaskan Widyastuti, pemilik toko, yang berlokasi di sekitar Pasar Baledono, Purworejo, hanya menjadi saksi. "Dia penjual obat dan jamu. Alkohol dia jual karena memang untuk pengobatan, bukan sebagai minuman. Jadi, susah menjeratnya dengan UU Kesehatan pasal penjualan minuman berbahaya," kata Roma.
Meskipun demikian, Roma menjelaskan, polisi masih menunggu keterangan saksi tambahan untuk memastikan penutupan kasus ini. Dia mengatakan dalam sepekan mendatang polisi masih harus memeriksa sejumlah petugas kesehatan yang pernah memeriksa kesepuluh korban. "Kami mau memastikan dulu dari para petugas kesehatan bahwa sepuluh korban benar-benar meninggal akibat minuman oplosan alkohol 95 persen dengan suplemen," kata Roma.
Dalam empat hari terakhir, sepuluh warga Kota Purworejo meninggal akibat keracunan minuman keras oplosan alias intoksitasi. Roma mengatakan korban miras oplosan genap menjadi sepuluh sejak Sabtu lalu.
Roma mengatakan sepuluh korban meninggal itu meminum miras oplosan di dua tempat kejadian perkara (TKP). Enam orang meninggal merupakan kelompok peminum miras oplosan di salah satu bekas los Pasar Baledono, yang terbakar pada Juli 2013 lalu. Sementara empat korban meninggal melakukan pesta miras oplosan di bekas kantor keamanan Pasar Baledono. "Awalnya, pada Kamis kemarin yang meninggal hanya enam, terus bertambah jadi sepuluh. Semua peminum meninggal," kata Roma.
Roma mengatakan polisi hanya sempat mengintegrosi salah satu peminum di bekas los Pasar Baledono, Lastiyono alias Conting, pada Jumat kemarin. Warga Kelurahan Baledono, Kota Purworejo, berusia 36 tahun ini pun akhirnya meninggal pada Sabtu siang, 9 November 2013. "Ketika diperiksa gejalanya sama, dehidrasi, pandangan kabur, kejang-kejang, demam, dan mulutnya berbau alkohol," kata Roma.
Semula polisi mendapatkan laporan korban pertama yang meninggal ialah Sutrisno. Warga Kampung Kedung Putri, Kelurahan Baledono, Kota Purworejo, itu ditemukan meninggal di bawah tangga lantai satu bekas gedung Pasar Baledono pada Kamis malam, 7 November 2013. Korban terus berjatuhan hingga mencapai sepuluh orang pada Sabtu lalu.
Roma mengatakan sudah memeriksa pemilik toko "Abon Ular", Widyastuti. Pemilik toko, yang menjual suplemen obat kuat itu, adalah tempat para korban membeli alkohol 95 persen, air mineral, dan sumplemen Kuku Bima.
Namun, bukan dia yang mengoplos minuman sehingga polisi hanya menjadikannya saksi. Polisi hanya menyita alkohol dan suplemen yang dijual di toko yang lokasinya tak jauh dari Pasar Baledono itu.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh polisi dari petugas kesehatan di Rumah Sakit Panti Waluyo, Rumah Sakit Saras Husada dan Puskesmas Purworejo I dan sejumlah bidan pemeriksa sepuluh korban, semuanya keracunan miras oplosan. "Gejalanya sama, keracunan miras. Tapi kami tidak melakukan otopsi karena keluarga tidak mengizinkan dengan alasan sudah menerima peristiwa ini," kata dia.
Rata-rata korban memiliki profesi sebagai buruh dan petugas parkir di sekitar Pasar Baledono. Menurut Roma, setelah Pasar Baledono terbakar, banyak bekas los pedagang yang dipakai berkumpul oleh warga untuk pesta miras. "Masalahnya alkohol 95 persen yang ilegal dijual bebas di Kota Purworejo," kata Roma.
Roma menduga kebiasaan warga peminum mengoplos alkohol dengan kandungan tinggi karena ada peraturan daerah yang melarang seluruh peredaran minuman mengandung alkohol seminim apa pun. Akibatnya, kata dia, minuman bir yang berkadar alkohol lima persen tidak dijual di Purworejo. "Tindak pidana ringan-berat, denda Rp 15 sampai Rp 20 juta," kata Roma.
Roma menyimpulkan kelangkaan minuman berkadar alkohol lima persen hingga 45 persern, yang biasa menjadi konsumsi peminum mendorong banyak warga berpenghasilan rendah nekat mengoplos alkohol 95 persen dengan minuman bersuplemen. Karena itu, polisi memantau kemungkinan adanya warga lain yang nekat mengoplos minuman berbahaya ini. "Kami memantau peredaran bebas alkohol 95 persen," kata Roma.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Roma mengatakan polisi tidak bisa menjerat pemilik toko "Abon Ular" yang menjual alkohol 95 persen dan suplemen Kuku Bima secara terpisah ke para korban. Dia menjelaskan Widyastuti, pemilik toko, yang berlokasi di sekitar Pasar Baledono, Purworejo, hanya menjadi saksi. "Dia penjual obat dan jamu. Alkohol dia jual karena memang untuk pengobatan, bukan sebagai minuman. Jadi, susah menjeratnya dengan UU Kesehatan pasal penjualan minuman berbahaya," kata Roma.
Meskipun demikian, Roma menjelaskan, polisi masih menunggu keterangan saksi tambahan untuk memastikan penutupan kasus ini. Dia mengatakan dalam sepekan mendatang polisi masih harus memeriksa sejumlah petugas kesehatan yang pernah memeriksa kesepuluh korban. "Kami mau memastikan dulu dari para petugas kesehatan bahwa sepuluh korban benar-benar meninggal akibat minuman oplosan alkohol 95 persen dengan suplemen," kata Roma.
Dalam empat hari terakhir, sepuluh warga Kota Purworejo meninggal akibat keracunan minuman keras oplosan alias intoksitasi. Roma mengatakan korban miras oplosan genap menjadi sepuluh sejak Sabtu lalu.
Roma mengatakan sepuluh korban meninggal itu meminum miras oplosan di dua tempat kejadian perkara (TKP). Enam orang meninggal merupakan kelompok peminum miras oplosan di salah satu bekas los Pasar Baledono, yang terbakar pada Juli 2013 lalu. Sementara empat korban meninggal melakukan pesta miras oplosan di bekas kantor keamanan Pasar Baledono. "Awalnya, pada Kamis kemarin yang meninggal hanya enam, terus bertambah jadi sepuluh. Semua peminum meninggal," kata Roma.
Roma mengatakan polisi hanya sempat mengintegrosi salah satu peminum di bekas los Pasar Baledono, Lastiyono alias Conting, pada Jumat kemarin. Warga Kelurahan Baledono, Kota Purworejo, berusia 36 tahun ini pun akhirnya meninggal pada Sabtu siang, 9 November 2013. "Ketika diperiksa gejalanya sama, dehidrasi, pandangan kabur, kejang-kejang, demam, dan mulutnya berbau alkohol," kata Roma.
Semula polisi mendapatkan laporan korban pertama yang meninggal ialah Sutrisno. Warga Kampung Kedung Putri, Kelurahan Baledono, Kota Purworejo, itu ditemukan meninggal di bawah tangga lantai satu bekas gedung Pasar Baledono pada Kamis malam, 7 November 2013. Korban terus berjatuhan hingga mencapai sepuluh orang pada Sabtu lalu.
Roma mengatakan sudah memeriksa pemilik toko "Abon Ular", Widyastuti. Pemilik toko, yang menjual suplemen obat kuat itu, adalah tempat para korban membeli alkohol 95 persen, air mineral, dan sumplemen Kuku Bima.
Namun, bukan dia yang mengoplos minuman sehingga polisi hanya menjadikannya saksi. Polisi hanya menyita alkohol dan suplemen yang dijual di toko yang lokasinya tak jauh dari Pasar Baledono itu.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh polisi dari petugas kesehatan di Rumah Sakit Panti Waluyo, Rumah Sakit Saras Husada dan Puskesmas Purworejo I dan sejumlah bidan pemeriksa sepuluh korban, semuanya keracunan miras oplosan. "Gejalanya sama, keracunan miras. Tapi kami tidak melakukan otopsi karena keluarga tidak mengizinkan dengan alasan sudah menerima peristiwa ini," kata dia.
Rata-rata korban memiliki profesi sebagai buruh dan petugas parkir di sekitar Pasar Baledono. Menurut Roma, setelah Pasar Baledono terbakar, banyak bekas los pedagang yang dipakai berkumpul oleh warga untuk pesta miras. "Masalahnya alkohol 95 persen yang ilegal dijual bebas di Kota Purworejo," kata Roma.
Roma menduga kebiasaan warga peminum mengoplos alkohol dengan kandungan tinggi karena ada peraturan daerah yang melarang seluruh peredaran minuman mengandung alkohol seminim apa pun. Akibatnya, kata dia, minuman bir yang berkadar alkohol lima persen tidak dijual di Purworejo. "Tindak pidana ringan-berat, denda Rp 15 sampai Rp 20 juta," kata Roma.
Roma menyimpulkan kelangkaan minuman berkadar alkohol lima persen hingga 45 persern, yang biasa menjadi konsumsi peminum mendorong banyak warga berpenghasilan rendah nekat mengoplos alkohol 95 persen dengan minuman bersuplemen. Karena itu, polisi memantau kemungkinan adanya warga lain yang nekat mengoplos minuman berbahaya ini. "Kami memantau peredaran bebas alkohol 95 persen," kata Roma.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Comments
Post a Comment