Purworejo Kota Pensiun Hanya Pameo
PURWOREJO selama ini terkenal
dengan sebutan ”Kota Pensiun”. Tetapi sebenarnya tidak mudah untuk
membuktikan kenapa daerah di pinggir pantai selatan itu mendapat
predikat seperti itu.Memang, kalau memperhatikan istilah seperti itu bisa timbul beberapa
penafsiran. Bisa ditafsirkan warga asli Purworejo banyak yang merantau
ke berbagai kota di Indonesia, atau bahkan ke mancanegara. Tetapi
setelah memasuki masa pensiun mereka kembali ke Purworejo.Penafsiran lain, dahulu daerah itu pernah menjadi kota terkenal dan
banyak aktivitas pemerintahan. Tetapi, kini aktivitas tersebut sudah
meredup atau tidak beraktivitas seperti dahulu lagi, sehingga daerah itu
disebut sebagai Kota Pensiun.
Salah satu mantan pejabat, Sutoro Atmowasito SH (73), menilai sebutan Kota Pensiun bagi Purworejo sebenarnya hanyalah pameo. Sebutan seperti itu sudah ada sejak zaman Belanda. Dan predikat itu tidak didasari data.Menurut perkiraan dia, sebutan tersebut berawal dari adanya markas TNI di daerah itu, yakni Kodim dan Batalyon 412. Menyertai dua markas tersebut dilengkapi cukup banyak rumah dinas. Kebetulan Kodam IV/Diponegoro memiliki lahan cukup luas di daerah tersebut, termasuk ada lapangan tembak.Sebagian besar bangunan milik dua lembaga tersebut merupakan peninggalan Belanda. Karena itu ada kesan kotanya terlihat tua. Perkiraan lain, bermula karena sering banyak terlihat orang mengambil pensiun di Kantor Pos. ”Akhirnya disebut sebagai Kota Pensiun,” kata Sutoro.
Sutoro pada masa aktifnya menjabat Ketua Bappeda Purworejo (1989 - 1999). Pada masa pensiun dia menjadi anggota DPRD dari Fraksi Partai Golongan Karya (2004-2009). Sekarang dia menjabat Wakil Ketua PWRI Purworejo.
Data terbaru di kantor PWRI Purworejo, jumlah anggotanya sekitar 3.750 orang pensiunan PNS. Jumlah sebanyak itu tersebar di 19 ranting. Terbanyak di Kecamatan Kutoarjo sekitar 600 orang, dan paling sedikit di Kecamatan Kaligesing hanya 71 orang.700 Ribu Orang.
Salah satu mantan pejabat, Sutoro Atmowasito SH (73), menilai sebutan Kota Pensiun bagi Purworejo sebenarnya hanyalah pameo. Sebutan seperti itu sudah ada sejak zaman Belanda. Dan predikat itu tidak didasari data.Menurut perkiraan dia, sebutan tersebut berawal dari adanya markas TNI di daerah itu, yakni Kodim dan Batalyon 412. Menyertai dua markas tersebut dilengkapi cukup banyak rumah dinas. Kebetulan Kodam IV/Diponegoro memiliki lahan cukup luas di daerah tersebut, termasuk ada lapangan tembak.Sebagian besar bangunan milik dua lembaga tersebut merupakan peninggalan Belanda. Karena itu ada kesan kotanya terlihat tua. Perkiraan lain, bermula karena sering banyak terlihat orang mengambil pensiun di Kantor Pos. ”Akhirnya disebut sebagai Kota Pensiun,” kata Sutoro.
Sutoro pada masa aktifnya menjabat Ketua Bappeda Purworejo (1989 - 1999). Pada masa pensiun dia menjadi anggota DPRD dari Fraksi Partai Golongan Karya (2004-2009). Sekarang dia menjabat Wakil Ketua PWRI Purworejo.
Data terbaru di kantor PWRI Purworejo, jumlah anggotanya sekitar 3.750 orang pensiunan PNS. Jumlah sebanyak itu tersebar di 19 ranting. Terbanyak di Kecamatan Kutoarjo sekitar 600 orang, dan paling sedikit di Kecamatan Kaligesing hanya 71 orang.700 Ribu Orang.
Untuk membuktikan seberapa banyak jumlah pensiunan yang kini menetap di
Purworejo, Suara Merdeka mencoba mencari data di sejumlah tempat
pembayaran pensiun. Pensiunan yang mengambil uang pensiun di Kantor Pos
Purworejo dan Kantor Pos Kecamatan ada sekitar 9 ribu orang. Pengambil
pensiun di BRI Cabang Purworejo sebanyak 1.051 orang, di BRI unit
sebanyak 2.346 orang. Di Bank Jateng sebanyak 1.018 orang. Bank BTPN
tidak bersedia memberikan data dengan alasan harus izin ke kantor
pusatnya.
Jika melihat angka tersebut, belum seberapa kalau dibanding dengan jumlah penduduk Purworejo yang berkisar 700 ribu orang. Karena itu apa yang dikatakan Sutoro Atmowasito benar, bahwa sebutan Kota Pensiun dikaitkan dengan banyaknya jumlah pensiunan pegawai yang menetap di daerah itu, tidak 100 persen benar. ”Sebutan Kota Pensiun menurut saya hanya kembang lambe (bahan omongan-red),” kata Sutoro.
Salah satu mantan pejabat tingkat provinsi yang kini tinggal di Purworejo adalah Drs Kasito MM (71). Tokoh yang satu ini pernah bertugas tujuh tahun di Sumatera Utara dan jabatan tertingginya Kepala Kanwil Depdikbud. Setelah purnatugas di birokrasi, dia menjabat direktur percetakan PT Harapan Massa di Jakarta.
Dia mengakui, sebenarnya tidak punya keinginan untuk kembali ke kampung halamannya di Purworejo. Empat anaknya pun semula melarang dia kembali ke Purworejo. Tetapi karena diminta bupati Purworejo yang waktu itu dijabat H Marsaid SH MSi untuk mengelola SMK Kelautan, akhirnya dia mau ke Purworejo.
Dari pengakuan tersebut sebenarnya tidak ada daya tarik tersendiri untuk menetap di Purworejo. Bukti lain, orang Purworejo yang sukses kini banyak yang memilih tinggal di Yogyakarta.
Dengan demikian tidak mudah mencari jawaban latar belakang Purworejo disebut sebagai Kota Pensiun. Melihat jumlah pensiunan juga tidak terlalu banyak yang kini menetap di daerah itu. Ada kecenderungan, kini banyak warga daerah itu lebih senang membelanjakan uangnya di Yogyakarta.
Sebab sejauh ini belum ada keistimewaan yang dimiliki Purworejo. Stok barang yang tersedia di toko-toko setempat cenderung terbatas. Sehingga warga lebih suka bepergian ke Yogyakarta. Apalagi kini ada jasa kereta api Kutoarjo-Yogyakarta dengan biaya murah.
Jika melihat angka tersebut, belum seberapa kalau dibanding dengan jumlah penduduk Purworejo yang berkisar 700 ribu orang. Karena itu apa yang dikatakan Sutoro Atmowasito benar, bahwa sebutan Kota Pensiun dikaitkan dengan banyaknya jumlah pensiunan pegawai yang menetap di daerah itu, tidak 100 persen benar. ”Sebutan Kota Pensiun menurut saya hanya kembang lambe (bahan omongan-red),” kata Sutoro.
Salah satu mantan pejabat tingkat provinsi yang kini tinggal di Purworejo adalah Drs Kasito MM (71). Tokoh yang satu ini pernah bertugas tujuh tahun di Sumatera Utara dan jabatan tertingginya Kepala Kanwil Depdikbud. Setelah purnatugas di birokrasi, dia menjabat direktur percetakan PT Harapan Massa di Jakarta.
Dia mengakui, sebenarnya tidak punya keinginan untuk kembali ke kampung halamannya di Purworejo. Empat anaknya pun semula melarang dia kembali ke Purworejo. Tetapi karena diminta bupati Purworejo yang waktu itu dijabat H Marsaid SH MSi untuk mengelola SMK Kelautan, akhirnya dia mau ke Purworejo.
Dari pengakuan tersebut sebenarnya tidak ada daya tarik tersendiri untuk menetap di Purworejo. Bukti lain, orang Purworejo yang sukses kini banyak yang memilih tinggal di Yogyakarta.
Dengan demikian tidak mudah mencari jawaban latar belakang Purworejo disebut sebagai Kota Pensiun. Melihat jumlah pensiunan juga tidak terlalu banyak yang kini menetap di daerah itu. Ada kecenderungan, kini banyak warga daerah itu lebih senang membelanjakan uangnya di Yogyakarta.
Sebab sejauh ini belum ada keistimewaan yang dimiliki Purworejo. Stok barang yang tersedia di toko-toko setempat cenderung terbatas. Sehingga warga lebih suka bepergian ke Yogyakarta. Apalagi kini ada jasa kereta api Kutoarjo-Yogyakarta dengan biaya murah.
Sumber: Eko Priyono Suara Merdeka Cetak
Comments
Post a Comment