Sepenggal Sejarah Purworejo
Kabupaten
Purworejo memiliki sejarah yang sangat tua, dimulai dari zaman Megalitik disinyalir
telah ada kehidupan dengan komunitas pertanian yang teratur, terbukti dengan
sejumlah peninggalan sejarah di masa MEGALITH berupa MENHIR Batu Tegak di
sejumlah wilayah Kecamatan di
Kabupaten
Purworejo. Ketika zaman Hindu Klasik, kawasan Tanah Bagelen berperan besar
dalam perjalanan sejarah Kerajaan Mataram Kuno (Hindu). Tokoh Sri Maharaja
Balitung Watukoro dikenal sebagai Maharaja Mataram Kuno terbesar, dengan
wilayah kekuasaan meliputi : Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa Wilayah Luar
Jawa.
Prof.
Purbacaraka menyatakan bahwa Sri Maharaja Balitung Watukoro berasal dari daerah
Bagelen. Indikasi ini tercermin pada nama “Watukoro” yang menjadi nama sebuah
Sungai Besar, Sungai ini disebut juga dengan nama Sungai Bogowonto. Disebut
demikian, mengingat pada masa itu di tepian sungai sering terlihat pendeta
(Begawan).
Petilasan
suci berupa Lingga, Yoni dan Stupa tempat para begawan melakukan upacara dapat
dilihat di wilayah Kelurahan Baledono, Kecamatan Loano dan Bagelen. Desa
Watukoro sendiri terdapat di muara sungai Bogowonto dan masuk dalam wilayah
Kecamatan Purwodadi.
Pengembangan Agama Islam di wilayah Purworejo, dilakukan oleh Ki Cakrajaya seorang tukang sadap nira dari Bagelen, murid dari Sunan Kalijogo. Ki Cakrajaya lebih dikenal dengan sebutan Sunan Geseng. Peninggalan Sunan Geseng banyak terdapat di Bagelen dan Loano.
Kenthol
Bagelen yang merupakan Pasukan Andalan Sutawijaya, tokoh yang kemudian naik
tahta menjadi Panembahan Senopati, merupakan dasar pembentukan Kerajaan Islam
Mataram. Pada periode berikutnya ketika Sultan Agung berkuasa di Mataram,
pasukan dari Bagelen inilah yang memberikan andil besar dalam penyerangan ke
Batavia dan termasuk pasukan inti Mataram.
Akibat dari
Perjanjian Giyanti 1755 yang memisahkan Kerajaan Jawa menjadi 2, yaitu
Surakarta dan Yogyakarta, tanah Bagelen-pun menerima dampaknya, dimana tanah
Bagelen dibagi menjadi 2 bagian untuk Yogyakarta dan Surakarta, tapi karena
tidak jelasnya batas-batas pembagian tersebut, mengakibatkan sengketa yang
berkepanjangan.
Masa Perang
Diponegoro meletus (1825 – 1830) tanah Bagelen menjadi basis perlawanan
Pangeran Diponegoro. Melihat adanya pemberontakan oleh Pangeran Diponegoro,
maka Jenderal De Kock meminta bantuan pasukan dari Kerajaan Surakarta.
Menghadapi
ini, Belanda yang dipimpin oleh panglimanya Kolonel Cleerens membangun markas
besar garnisun di Kedongkebo tepi Sungai Bogowonto. Perang hebat tidak bisa
dihindarkan, Belanda yang dibantu pasukan dari Kerajaan Surakarta yang dipimpin
oleh Pangeran Kusumayuda beserta Ngabehi Resodiwiryo berhadapan dengan Pangeran
Diponegoro yang dibantu oleh pasukan laskar Rakyat Bagelen
Paska Perang
Diponegoro, Tanah Bagelen dan Tanah Banyumas diminta paksa oleh Belanda.
Kemudian Belanda menghadiahkan kepada Ngabehi Resodiwiryo yang berjasa membantu
melawan pemberontak, menjadi Penguasa Tanggung dengan gelar Tumenggung
Cakrajaya yang selanjutnya diangkat menjadi Bupati (Regent) Kabupaten Purworejo
dengan Gelar Cokronegoro. Pelantikan dilakukan di Kedungkebo, markas garnisun
Belanda dan yang melantik adalah Kolonel Cleerens.
Wilayah
Kabupaten Purworejo ketika itu adalah seluas 263 Pal persegi atau sekitar 597
Km persegi, meliputi Kawasan Timur Sungai Jali. Sedangkan wilayah seluas 306 Km
persegi di Barat Sungai Jali, merupakan wilayah Kabupaten Semawung (Kutoarjo)
dan dipimpin oleh Bupati (Regent) Sawunggaling. Pada perkembangan lebih lanjut,
Kedongkebo yang merupakan basis Militer Belanda digabung dengan Brengkelan dan
menjadi Purworejo. Sedangkan Tanah Bagelen oleh Pemerintah Kolonial Belanda dijadikan
Karesidenan Bagelen dengan Ibu Kota Purworejo.
Wilayah
Karesidenan Bagelem meliputi, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Semawung
(Kutoarjo), Kabupaten Kutowinangun, Kabupaten Remo Jatinegara (Karanganyar) dan
Kabupaten Urut Sewo atau Kabupaten Ledok atau Kabupaten Wonosobo.
Residen
Bagelen bertempat tinggal di Bangunan yang sekarang menjadi Kantor Pemerintah
Daerah Purworejo atau lebih dikenal dengan nama Kantor OTONOM yang lokasinya di
bagian Selatan Alun-alun Purworejo.
NASKAH DAN
FOTO DIKUTIP DARI HUMAS KAB. PURWOREJO©
Comments
Post a Comment