Sejarah Lahirnya Purworejo
Konon pada
bulan Asuji tahun Saka 823 hari ke 5, paro peteng, Vurukung, Senin Pahing
(Wuku) Mrgasira, bersamaan dengan Siva, atau tanggal 5 Oktober 901 Masehi,
terjadilah suatu peristiwa penting, pematokan Tanah Perdikan (Shima). Peristiwa
ini dikukuhkan dengan sebuah prasasti batu andesit yang dikenal sebagai
prasasti Boro Tengah atau Prasasti Kayu Ara Hiwang. Prasasti yang ditemukan di bawah pohon Sono di dusun Boro tengah, sekarang
masuk wilayah desa Boro Wetan Kecamatan Banyuurip dan sejak tahun 1890 disimpan
di Museum Nasional Jakarta Inventaris D 78 Lokasi temuan tersebut terletak di
tepi sungai Bogowonto, seberang Pom Bensin Boro. Dalam Prasasti Boro tengah atau Kayu Ara Hiwang tersebut diungkapkan, bahwa
pada tanggal 5 Oktober 901 Masehi, telah diadakan upacara besar yang dihadiri
berbagai pejabat dari berbagai daerah, dan menyebut-nyebut nama seorang tokoh,
yakni : Sang Ratu Bajra, yang diduga adalah Rakryan Mahamantri/Mapatih Hino Sri
Daksottama Bahubajrapratipaksaya atau Daksa yang di identifikasi sebagai adik
ipar Rakal Watukura Dyah Balitung dan dikemudian hari memang naik tahta sebagai
raja pengganti iparnya itu.
Pematokan (peresmian) tanah perdikan (Shima) Kayu Ara Hiwang dilakukan oleh seorang pangeran, yakni Dyah Sala (Mala), putera Sang Bajra yang berkedudukan di Parivutan.
Pematokan tersebut menandai, desa Kayu Ara Hiwang dijadikan Tanah Perdikan(Shima) dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, namun ditugaskan untuk memelihara tempat suci yang disebutkan sebagai “Parahiyangan”. Atau para hyang berada.Dalam peristiwa tersebut dilakukan pensucian segala sesuatu kejelekan yang ada di wilayah Kayu Ara Hiwang yang masuk dalam wilayah Watu Tihang.
Wilayah yang dijadikan tanah perdikan tersebut juga meliputi segala sesuatu yang dimiliki oleh desa Kayu Ara Hiwang antara lain sawah, padang rumput, para petugas (Katika), guha, tanah garapan (Katagan), sawah tadah hujan (gaga).
Disebut-sebutnya “guha” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang tersebut ada dugaan, bahwa guha yang dimaksud adalah gua Seplawan, karena di dekat mulut gua Seplawan memang terdapat bangunan suci Candi Ganda Arum, candi yang berbau harum ketika yoninya diangkat. Sedangkan di dalam gua tersebut ditemukan pula sepasang arca emas dan perangkat upacara. Sehingga lokasi kompleks gua Seplawan di duga kuat adalah apa yang dimaksud sebagai “parahyangan” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang.
UPACARA PERTAMA
Pada tanggal 5 Oktober 901 M di Boro Tengah Dilakukan upacara, dimana upacara tersebut dihadiri sekurang-kurangnya 15 pejabat dari berbagai daerah, antara lain disebutkan nama-nama wilayah : Watu Tihang (Sala Tihang), Gulak, Parangran Wadihadi, Padamuan (Prambanan), Mantyasih (Meteseh Magelang), Mdang, Pupur, Taji (Taji Prambanan) Pakambingan, Kalungan (kalongan, Loano).
Kepada para pejabat tersebut diserahkan pula pasek-pasek berupa kain batik ganja haji patra sisi, emas dan perak.
Peristiwa 5 Otober 901 M itu akhirnya ditetap kan dalam sebuah sidang DPRD Kabupaten Purworejo tanggal 5 Oktober 1994 ditetapkan untuk dijadikan Hari jadi Kabupaten Purworejo. Normatif, historis, politis dan budaya lokal dari norma yang ditetapkan oleh panitia, yakni antara lain berdasarkan pandangan Indonesia Sentris.
Comments
Post a Comment